Wednesday, August 26, 2015

Confession of a (broken) Dream




             Menjadi dewasa adalah pasti, tahap dimana kita berkembang. Kita bukan lagi anak-anak yang tugasnya adalah merancang, kita juga bukanlah lansia dimana seharusnya menikmati hasil. Dan, Ketika satu tahap telah terlewati, masih adakah sisa-sisa yang terlewat?
                Sebuah pertanyaan sederhana datang padaku sejak aku masuk TK atau mungkin sebelum itu, pertanyaan yang membutuhkan jawaban sederhana pula.
                “Apa cita-citamu setelah besar nanti, Nak?”
                “Aku ingin menjadi .....”
                Aku rasa semua anak di Indonesia sudah pernah mendapatkan pertanyaan itu.  Jujur saja, cita-citaku ketika kecil berubah sesuai dengan waktu, sesuai dengan apa yang aku tonton di TV, aku pernah ingin mempunyai kekuatan bulan seperti Sailor Moon. Sesuai dengan apa yang sepupu-sepupuku ceritakan, dan sesuai dengan apa yang teman-temanku sukai. Lambat laun, cita-citaku berubah dipengaruhi oleh kemampuanku, baik akademik maupun non akademik. Melihat nenekku yang seorang guru SD membuatku ingin menjadi guru. Diwaktu yang sama akupun ingin menjadi arsitek seperti ayahku yang bekerja sebagai kontraktor. Namun, semua berubah ketika aku tak mempunyai bakat dibidang eksakta. Melalu tahap panjang lalu kuketahui kalau bakatku ada dibidang bahasa. Mempunyai kemampuan membaca, menulis, bercerita dan berbicara yang baik dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing membuatku ingin untuk mengembangkannya. Kuterjunkan diriku dalam jurusan bahasa sewaktu SMA dan kuliah. Bahkan, tak tanggung-tanggung kupilih dua bidang kesukaan dan kemampuan yang aku punya sewaktu kuliah. Jurusan keguruan dibidang bahasa pun kupilih dan telah kuselesaikan tepat empat tahun. Dan kini, pertanyaannya pun berubah?
                “Sudahkah kau menjadi seperti apa yang dulu kau cita-citakan?”
Jawabku, “Belum.”
Meskipun tahap perencanaan yang kualami saat anak-anak dan remaja telah kulalui, dan saat ini aku berada pada tahap pengembangan namun aku belum juga menggapai cita-citaku itu, aku masih berjuang untuk mendapatkannya. Meski kini aku bekerja sesuai dengan apa yang aku kuasai, tapi aku masih merasa masih belum mendapatkan cita-citaku. Agak sedikit berlebihan jika kukatakan aku akan berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkannya. Namun, ya itu kenyataannya, sampai saat ini ketika usiaku tidak remaja lagi, bahkan aku kini sudah menyandang gelar Istri, aku masih berjuang untuk menjadi seperti apa yang aku cita-citakan sewaktu kecil, menjadi guru.

0 komentar:

 

Salut d'Amour Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates